Bantuan hukum untuk rakyat miskin, buta hukum, dan korban pelanggaran HAM

Kegiatan Consultation Workshop Paralegals (WARKOP)

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama Yayasan Sayangi Tunas Cilik (Save the Children) dan Yayasan Tifa saat ini sedang mengimplementasikan program HEAL yang mempromosikan hak asasi manusia (HAM) dan kesetaraan untuk mencapai keberlanjutan dalam menangani COVID-19 di dua Provinsi, yaitu Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Program HEAL bertujuan untuk melindungi hak kelompok rentan, termasuk anak-anak, dengan focus pada penguatan hak atas perlindungan sosial dari pemerintah. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam program ini adalah Consultation Workshop Paralegals (WARKOP).  

 

Berkaitan dengan program tersebut, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya pada tanggal 29 Agustus 2022 melakukan kegiatan Consultation Workshop Paralegals (WARKOP) Hukum di Desa Orobulu, Kabupaten Pasuruan terkait Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dalam pemaparannya, pemateri menjelaskan bahwa terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor ekonomi, faktor kesiapan mental dan pengetahuan dasar tentang hak dan kewajiban suami isteri. Adapun persoalan yang ada di Desa Orobulu diantaranya adalah praktek perkawinan sirri dan praktek poligami yang terbilang cukup tinggi.

 

Selanjutnya, pada tanggal 30 Agustus 2022 melakukan kegiatan Konsultasi Gratis dan Penyuluhan Hukum di Desa Gluronploso, Kabupaten Gresik terkait Pencegahan Perkawinan Anak. Dalam pemaparannya, pemateri menjelaskan bahwa dasar hukum kewajiban orang tua mencegah perkawinan anak tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014. Adapun risiko perkawinan di usia anak yaitu risiko kesehatan fisik seperti risiko gangguan kesehatan pada anak karena belum matang organ reproduksinya. Selain itu, rentan terjadi kekerasan karena emosi anak yang labil meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Risiko lain yaitu Kesehatan mental, karena usia anak belum cukup stabil emosinya dalam menghadapi persoalan rumah tangga. Resiko lain yakni berpotensi besar menjadi keluarga miskin, sebab rendahnya pendidikan anak karena perkawinan menjadikannya tenaga kerja yang kurang terampil. Selain itu juga bersiko terhambatnya hak anak seperti pendidikan, kesehatan, pengasuhan, partisipasi, perlindungan, dll. Perempuan lebih banyak menanggung  risiko buruk ketika  menikah di usia anak.

 

Agenda selanjutnya yakni diadakan di Desa Wringinanom Kabupaten Gresik terkait Perlindungan Perempuan dan Anak yang dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2022. Antusiasme masyarakat desa setempat tercermin dengan banyaknya ragam persoalan yang ditanyakan dalam sesi diskusi.


Surabaya, 01 September 2022

Report by: M. Ramli Himawan, S.H.