Peristiwa
kekerasan yang terjadi di stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang telah
mengakibatkan banyak korban jiwa dan luka-luka. Berkenaan dengan peristiwa
tersebut, Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari LBH Pos
Malang, LBH Surabaya, Lokataru, IM 57+ Institute dan Komisi Untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) telah melakukan investigasi selama kurang
lebih 7 (tujuh) hari.
Kondisi
saat ini, masyarakat masih dalam keadaan berduka, meski demikian mereka tetap
terus menuntut kebenaran dan keadilan dengan menyerukan pengusutan secara
tuntas kasus ini melalui spanduk yang terpasang di berbagai sudut di Malang
Raya. Saat proses investigasi, kami bertemu dengan sejumlah saksi, korban dan
keluarga korban dengan kondisi ada yang mengalami gegar otak, luka memar bagian
muka dan tubuhnya, ruam merah pada muka, hingga trauma yang berat akibat
peristiwa kekerasan yang telah terjadi.
Berdasarkan
hasil investigasi Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil, kami mendapatkan
temuan awal bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan
merupakan dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis yang tidak hanya
melibatkan pelaku lapangan. Selain itu, kami menduga timbulnya korban jiwa
akibat dari efek gas air mata yang digunakan oleh aparat kepolisian. Lebih
lanjut temuan awal tersebut, kami uraikan sebagai berikut:
1.
Bahwa pada saat pertengahan babak kedua, terdapat
mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata, padahal diketahui tidak
ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu;
2.
Bahwa ketika pertandingan antara Arema FC dan
Persebaya selesai, diketahui terdapat sejumlah suporter yang masuk ke dalam
lapangan, didasari pada keterangan saksi-saksi yang ada, hal tersebut terjadi
oleh karena para suporter hanya ingin memberikan dorongan motivasi dan memberikan
dukungan moril kepada seluruh pemain. Namun, hal tersebut direspon secara
berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak
kekerasan. Hal inilah yang kemudian, para suporter lain ikut turun ke dalam
lapangan bukan untuk melakukan penyerangan tetapi untuk menolong suporter lain
yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan;
3.
Bahwa sebelum tindakan penembakan gas air mata,
tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain seperti kekuatan
yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga
kendali tangan kosong lunak. Padahal berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penggunaan Kekuatan, Polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum
mengambil tahap penembakan gas air mata;
4.
Bahwa tindak kekerasan yang dialami para suporter,
tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri tetapi juga dilakukan oleh prajurit
TNI dengan berbagai bentuk seperti menyeret, memukul, dan menendang;
5.
Berdasarkan kesaksian para suporter, penembakan
gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke
bagian Tribun sisi Selatan, Timur, dan Utara sehingga hal tersebut menimbulkan
kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di Tribun;
6.
Bahwa saat ingin hendak keluar dengan kondisi
akses evakuasi yang sempit, terjadi penumpukan di sejumlah pintu yang terkunci.
Bahwa di dalam ruangan yang sangat terbatas tersebut, diperparah dengan
masifnya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian dan hal ini berdampak
sangat fatal yang mengakibatkan para korban sulit bernafas hingga menimbulkan
korban jiwa;
7.
Setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan,
para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan, minim mengalami
pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian, para korban dengan
caranya sendiri berusaha untuk keluar;
8.
Peristiwa kekerasan dan penderitaan tidak hanya
terjadi di dalam Stadion, tetapi juga terjadi di luar Stadion. Diketahui,
aparat kepolisian juga ikut melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter
yang berada di luar stadion;
9.
Pasca peristiwa, diketahui ada pihak-pihak
tertentu yang melakukan tindakan intimidasi baik melalui sarana komunikasi
maupun secara langsung. Kami menduga hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu
ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian;
10. Bahwa
hingga saat ini tidak ada informasi yang mendetail dari pemerintah berkaitan
dengan data korban jiwa dan luka yang dapat diakses oleh publik, termasuk
informasi perkembangan penanganan kasus yang saat ini ditangani oleh pihak
kepolisian;
11. Bahwa
saat kami masih sedang melakukan pendalaman fakta, kami sudah berkomunikasi
dengan Komnas HAM dan LPSK lalu menyampaikan sejumlah laporan. Tetapi kami
belum melihat kerja riil dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta untuk
menemui sejumlah saksi dan korban;
12. Bahwa
terkait dengan adanya narasi temuan minuman alkohol dan penggunaan terminologi
"kerusuhan" merupakan penyampaian informasi yang menyesatkan. Dalam
peristiwa ini dipandang keliru apabila menggunakan terminologi kerusuhan, yang
terjadi justru ialah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap para
warga sipil. Lalu perihal adanya minuman alkohol juga informasi yang dapat
menyesatkan fokus penerangan kasus ini, sebab tidak mungkin ada minuman alkohol
di dalam stadion dikarenakan saat masuk ke dalam stadion dilakukan pengecekan
yang sangat ketat oleh Panpel dan aparat kepolisian.
Berdasarkan berbagai temuan awal di atas, kami menilai telah terjadi tindak kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, dilakukan oleh aparat keamanan, dengan tidak hanya melibatkan aktor lapangan saja, yang saat ini telah ditetapkan tersangka oleh aparat kepolisian. Tetapi ada aktor lain, dengan posisi lebih tinggi yang seharusnya ikut bertanggung jawab, dan perlu diproses hukum lebih lanjut.
Jakarta - Malang, 9 Oktober 2022
Tim Pencari Fakta Koalisi
Masyarakat Sipil
(LBH Surabaya, LBH
Surabaya Pos Malang, YLBHI, KontraS, Lokataru, IM 57+)
Narahubung:
1. LBH Pos Malang (08563495689)
2. LBH Surabaya (083856242782)
3. KontraS (087785553228)
4. Lokataru (081932223729)