Bantuan hukum untuk rakyat miskin, buta hukum, dan korban pelanggaran HAM

Signal Kebangkitan Rezim Otoritarianisme, Papanjati Kembali Adakan Pertemuan Bertajuk Refleksi dan Konsolidasi

Ditengah hiruk pikuk kondisi politik hukum kenegaraan hari ini yang dirasa belum berpihak kepada keadilan dan kepentingan kelas Petani. Beberapa perwakilan Organisasi Tani Lokal yang tergabung ke dalam Paguyuban Petani Jawa Timur (Papanjati) kini merajut kembali melalui pelaksanaan agenda pertemuan dengan tema refleksi dan konsolidasi. 


Acara tersebut berlangsung pada hari Selasa-Rabu (14-15/1/2023) di Rest Area Gunung Lemongan Kabupaten Lumajang. Peserta yang hadir 37 orang, diantaranya berasal dari Petani Pakel, Bongkorn Wongsorejo, Sumberanyar Tumpang Pitu, Bayu Songgon, Barurejo Banyuwangi, Grati, Lekok Pasuruan, Lumajang dan Paguyuban Adil dan Makmur dari Petani Kediri.


Selain elemen dari Petani, pertemuan konsolidasi Papanjati juga dihadiri oleh Dr. Herlambang P. Wirataman selaku aktivis HAM cum akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Tidak ketinggalan, praktisi hukum dan pegiat lingkungan hidup dari YLBHI-LBH Surabaya bersama Walhi Jawa Timur pun turut andil menyemarakan acara tersebut. 


Rangkaian acara dimulai dengan pembahasan refleksi dan perkembangan isu yang terjadi disetiap wilayah Organisasi Tani Lokal. Kemudian dilanjut dengan diskusi hukum dan politik otoritarinisme, refleksi bantuan hukum struktural serta merangkai rencana aksi Papanjati kedepan.


Dalam sambutanya Cak Yatno Selaku ketua Papanjati juga menyampaikan “bahwa dalam hal memperjuangkan terkait dengan konflik agraria ini kita tidak boleh setengah-setengah karena musuh yang dilawan bukan sembarang, tetapi mereka yang memiliki modal dan mereka yang memiliki kekuasaaan”


Lebih lanjut dalam sesi diskusi Hamdi Fadli selaku perwakilan dari YLBHI-LBH Surabaya  penyampainnya bahwa “politik hukum otoriter di zaman Jokowi ini memang betul terjadi, kalau secara teori kedaulatan berada ditangan rakyat, namun secara keberadaan hukum itu malah dipaksakan ditengah masyarakat, maka karena hal ini kriminalisasi terhadap para petani, pengekangan terhadap kebebasan berpendapat dimuka umum serta keberadaaan peraturan perundang-undangan yang tidak diharapkan oleh masyarakat ini ada dan terkesan di paksakan”  


Senada dengan Dr. Herlambang P. Wiratman yang menyatakan bahwa “untuk membedakan otoritarianisme maka kita harus memiliki pendekatan baru karena otoritarianisme terkadang terbalut dalam sebuah kebijakan sehingga hal ini kadang masyarakat yang mudah ketipu”.


Dua hari sudah dilewati, pembahasan refleksi dan konsolidasi Papanjati yang dibanjiri dengan berbagai dinamika pemikiran di dalamnya kemudian ditutup dengan do’a bersama yang dipimpin oleh Gus A’ak.